Cage-Free District: Prawirotaman-Tirtodipuran Yogyakarta Jadi Kawasan Bisnis Pertama di Indonesia yang Peduli Kesejahteraan Hewan

04 Aug 2024, 22:39:10 WIB
Cage-Free District: Prawirotaman-Tirtodipuran Yogyakarta Jadi Kawasan Bisnis Pertama di Indonesia yang Peduli Kesejahteraan Hewan
Cage-Free District. [istimewa]

Kabaryo.com - Cage-free District pertama di Indonesia yang berlokasi di Jalan Prawirotaman dan Tirtodipuran Yogyakarta baru saja diluncurkan di Yogyakarta oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta diwakilkan oleh Ibu Anita Verawati, S.Psi., Psi, M.M. selaku Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Kota Yogyakarta. Inisiatif dari Animal Friends Jogja (AFJ), Act For Farmed Animals (AFFA) dan Animals Don’t Speak Human (ADSH) ini menandai satu kawasan bisnis yang peduli dengan kesejahteraan hewan dan kelestarian lingkungan.

“Yogyakarta adalah pionir Cage-Free District di Indonesia dan diharapkan menjadi contoh bagi kota-kota lain,” kata Elly Mangunsong, Corporate Outreach Manager  di Animal Friends Jogja.  “Di Indonesia, 83 perusahaan telah berkomitmen menggunakan telur bebas sangkar, yang terdiri dari 61 perusahaan global/multinasional dan 22 perusahaan nasional/lokal, dengan 18 perusahaan berasal dari Jogja. Kami berharap lebih banyak pelaku bisnis mengikuti langkah ini,” lanjutnya.

Peluncuran Cage-free District Yogyakarta ditandai dengan penyerahan plakat dan stiker penanda Cage-Free District kepada pelaku bisnis cage-free oleh Anita Verawati, yang turut mengapresiasi inisiatif ini sebagai langkah inovatif yang sejalan dengan visi Yogyakarta untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Kami dari Dinas Pariwisata, mengapresiasi dan mendukung sekali apa yang teman-teman AFJ lakukan. Yogyakarta sebagai kota wisata dengan kekayaan budaya dan sejarahnya akan mempunyai nilai tambah wisata terhadap wisatawan yang peduli terhadap isu-isu kesejahteraan hewan dan keberlanjutan, apalagi wisata yang kita usung adalah sustainable tourism. Dengan adanya Cage-Free District di kawasan Prawirotaman serta Tirtodipuran menjadikan area tersebut sebagai destinasi wisata yang mendukung arah kebijakan kami, serta industri yang lebih ramah dan memberikan kebaikan kepada kita sebagai manusia dan diharapkan akan mengundang semakin banyak usaha bisnis di berbagai area untuk beralih ke telur bebas sangkar dalam proses produksinya, sehingga tidak hanya meningkatkan kesejahteraan hewan, diharapkan menambah citra wisata dan juga menjadi bagian dari branding Jogja Istimewa,” ungkap Anita.

Nino dari ViaVia Bakery, sebagai salah satu bisnis yang sudah berkomitmen cage-free menyampaikan alasan mereka berkomitmen bebas sangkar, “Selain karena konsep kami adalah eco-friendly kami juga ingin memastikan produk kami bebas dari kekejaman terhadap binatang. Setelah berkomitmen kami mendapat respons positif dari konsumen, karena mereka mau makan sesuatu yang membuat mereka nyaman dan senang, dan mereka menyukai produk telur cage-free”.

Transisi dari kandang baterai ke bebas sangkar didorong oleh kesadaran pelaku usaha akan pentingnya kesejahteraan hewan, khususnya ayam petelur. Saat ini, 2500 perusahaan makanan besar di seluruh dunia telah membuat komitmen untuk hanya menggunakan telur bebas sangkar dalam rantai pasoknya.

Sistem kandang sangkar atau lebih dikenal kandang baterai jauh dari lima prinsip kebebasan hewan; ayam di kandang baterai menghabiskan sebagian besar hidup mereka dalam rasa sakit. Riset menunjukkan, mobilitas terbatas ayam petelur dalam kandang baterai memengaruhi perkembangan tulang ayam hingga sakit fisik. Salah satu penyumbang terbesar terhadap rasa sakit dalam sistem kandang baterai adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar bagi ayam, seperti tidak adanya sarang, tempat bertengger (tempat mereka istirahat dan tidur), atau ruang untuk mencari makan.

Survei menunjukkan mayoritas konsumen dunia termasuk di Asia mengkhawatirkan kesejahteraan ayam petelur. Di 14 negara yang beragam secara budaya, geografis, dan politik, sebagian besar dari 4.292 peserta dalam penelitian ini mengonsumsi telur dan menganggap penting bahwa ayam tidak menderita dalam proses produksinya. Mayoritas peserta lebih memilih untuk membeli telur dari ayam yang tidak dipelihara dalam kandang baterai. Temuan penelitian ini tidak hanya memberi peringatan kepada produsen telur mengenai preferensi dan tren pasar yang potensial, tetapi juga sebagai kesempatan untuk pengembangan pasar.

Unit usaha yang telah berkomitmen akan dimasukkan ke dalam website www.indonesiacagefreedistrict.com dan bisa diakses secara global. Selanjutnya, untuk usaha yang sudah berkomitmen akan ditempelkan stiker di unit usahanya.

Ke depannya, Cage-Free District diharapkan mampu menjadi media promosi dan edukasi tentang telur bebas sangkar kepada masyarakat melalui kerja sama dengan bisnis kuliner di kawasan penting, sehingga menjadikan industri pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai tolok ukur perlindungan hewan dan konsumsi makanan yang welas asih.